Pages

Thursday, May 31, 2012

Sa’ad bin Abi Waqqash r.a Lebih Memilih Allah dan Rasulnya

“Aku adalah orang ketiga memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah.”
Begitulah Sa’ad bin Abi Waqqash mengenalkan dirinya kepada kita. Dia adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah dari busurnya di jalan Allah.
Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf hidup di tengah-tengah Bani Zahrah yang merupakan paman Rasulullah saw. Wuhaib adalah kakek Sa’ad dan paman dari Aminah binti Wahab. Aminah adalah ibu Nabi saw. Sa’ad dikenal orang karena ia adalah paman Rasulullah saw. Ketika Rasulullah saw. melihat Sa’ad, beliau sangat bangga karena keberanian dan kekuatannya, serta ketulusan imannya.
Nabi berkata, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!”
Keislamannya termasuk cepat, karena ia mengenal baik pribadi Rasulullah saw. Mengenal kejujuran dan sifat amanahnya. Ia sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi. Rasulullah saw. juga mengenal Sa’ad dengan baik. Hobinya berperang dan orangnya pemberani.
Sa’ad sangat senang permainan memanah. Ia selalu berlatih sendiri. Kisah keislamannya sangatlah mudah dan cepat. Ia menjadi orang ketiga dalam deretan orang-orang yang pertama masuk Islam.
Sa’ad pernah berkata, “Aku melalui tujuh hari, dan aku adalah orang ketiga dalam Islam.”
Setelah menyatakan masuk Islam, keadaannya tidak jauh berbeda dengan kisah keislaman para sahabat lainnya. Suatu hari ibunya yang bernama Hamnah mengetahui bahwa anaknya telah memeluk Islam. Ibunya sangat marah dan berkata, “Wahai Sa’ad, apakah engkau rela meninggalkan agamamu dan agama bapakmu, untuk mengikuti agama baru itu? Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum sebelum engkau meninggalkan agama barumu itu.”
Sa’ad berkata, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku.”
Sang ibu tetap nekat atas tindakannya, karena ia mengetahui persis bahwa Sa’ad sangat menyayanginya. Sang ibu mengira bahwa hatinya akan luluh jika melihatnya dalam keadaan lemah dan kurang sehat. Sang ibu tetap mengancam akan terus melakukan mogok makan. Namun, Sa’ad lebih mencintai Allah dan rasul-Nya.
Ia berkata kepada ibunya, “Wahai Ibunda, demi Allah, seandainya engkau memiliki tujuh puluh nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan pernah mau meninggalkan agamaku selamanya.”
Akhirnya, sang ibu yakin bahwa anaknya tidak mungkin kembali seperti sedia kala. Dia hanya dirundung kesedihan dan kebencian.
Allah mengekalkan peristiwa Sa’ad dalam ayat Al-Qur’an:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (QS Luqman ayat 15)

0 comments:

Post a Comment