Pages

Friday, June 22, 2012

Tigers of Islam (Khalid Bin Al Waleed ra ) خالد بن الوليد

The Kingdom of Solomon - English Subtitle - Complete Islamic Film

Islam vs Christianity - 23 August 1595 Battle of Călugăreni ( Part 2)

Kerajaan semut.avi

Baca Al - Qur'an Paling Merdu Di Dunia

Fenomena azan bukti kebesaran Allah SWT

MA'RIFATULLAH - MENGENAL ALLAH LEWAT AKAL (Harun Yahya Indonesia)

RAHASIA DI BALIK MATERI (Harun Yahya Bahasa Indonesia)

HAKIKAT KEHIDUPAN DUNIA : PERJALANAN KE AKHIRAT (Harun Yahya

KEAJAIBAN AL QUR'AN (Harun Yahya Bahasa Indonesia)

bayi ketika di bacakan al quran.mp4

Google Earth membuktikan kebenaran mukjizat Rasulullah!

KEBENARAN PERISTIWA ISRA MI'RAJ NABI MUHAMMAD SAW

matematika dlm keajaiban Alquran

Islam dan Mata Rantai Peradaban Barat

SEJAUH ini, tidak banyak di antara para ilmuan modern mengenal karya-karya intelektual Muslim yang sanggup memaparkan secara komprehensif dan objektif terhadap warisan ilmu pengetahuan. Pahadal, hal itu telah memberikan kontribusi besar kepada dunia intelektual Barat.  
Dalam konstelasi peradaban dunia, Islam tidak hanya menyumbangkan ilmu pengetahuan ke dunia Barat, tetapi Islam juga pernah menjembatani atau penyambung sekaligus penyelamat ilmu pengetahuan dari peradaban Persia, Yunani ke dunia Eropa (Barat). Abad keemasan Islam (Golden Age of Islam) merupakan bukti outentik yang telah membuka mata sejarah dunia bahwa di sanalah terdapat sejumlah ilmu pengetahuan yang di terjemahkan dari referensi Yunani dan Persia ke dalam Islam.
Menurut Mehdi Nakosteen, seperti yang tertuang dalam karya penelitiannya yang berjudul “History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800-1350; With an Introduction to Medieval Muslim Education” dikatakan bahwa kebudayaan dan ilmu pengetahuan klasik yang demikian kompleks berasimilasi dengan kebudayaan Islam. Demikian pula spirit intelektualitas Muslim dalam proses interaksi dan asimilasi kultural tersebut hingga mencapai puncaknya yang kemudian berangsur-angsur surut dan memunculkan kebangkitan peradaban Barat. Dalam kontek inilah Islam kemudian dianggap ikut dalam prosesi ‘peletakan batu pertama’ bangunan budaya dan peradaban modern.
Dengan penuh cermat, sistematis dan disertai bukti-bukti ilmiah, Nokosteen memaparkan bahwa kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam Islam ditopang oleh spirit skolastikisme, tidak seperti pada ilmu pengetahuan dan pendidikan Kristen Barat. Perkembangan selanjutnya, hasil dari skolastikisme ini berada ditangan teolog-cendikiawan Kristen Latin, terutama mereka berusaha mempertemukan dan menggabungkan filsafat Yunani, terutama Aristotelianisme dan Neo-Platonisme dengan doktrin Gereja, mencapai puncaknya masa St. Thomas Aquinas. Sementara skolastikisme Muslim berusaha mempertemukan pemikiran Greco-Helenistik dengan doktrin religius Muslim, mencapai puncaknya pada masa al-Ghazali.
Sebagimana banyak disinggung dalam literatur sejarah Islam, bahwa ilmu pengetahuan dalam Islam mengalami kemajuan yang mengesankan selama “abad pertengahan” adalah melalui orang-orang kreatif seperti al-Kindi, al-Razi, al-Farabi, Ibnu Sina, sampai Omar Khayyam, dan lain-lain. Pengetahuan Islam telah menginvestigasi dalam ilmu kedokteran, teknologi, matematika, geografi, dan bahkan sejarah. Semuanya ini dilakukan di dalam framework keagamaan dan skolastikisme.
Sedemikian cepatnya Islam menghasilkan ilmu pengetahuan merupakan bentuk sifat dasar Islam yang mendorong pelakunya agar kreatif, dinamis. Namun di sisi lain, agaknya kemajuan ini memperoleh tantangan, yakni sebuah  reaksi yang menganggap bahwa Islam telah sempurna atas segala-galanya, atau disebut juga munculnya suatu faham finalistik. Akibatnya, pemikiran bebas menjadi terhalang, kemandekan intelektual menjadi gejala umum, dan taqlid buta menjadi sangat dominan dalam sejarah Islam.
Setelah itu, ada beberapa orang khalifah dan para crusader Islam membakar perpustakaan-perpustakaan dan membungkam para cendekiawan, sedangkan lainnya berbangga penyalin dan penyalur buku untuk dijadikan perpustakaan dan menjadikannya sebagai pusat pendidikan ilmu pengetahuan bagi masyarakat umum. Secara praksis, perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya secara berangsur-angsur lari ke pihak dunia Barat. Sementara dalam Islam, ummatnya sedang merasakan nikmatnya dunia spiritualisme yang parsial dan tipikal itu.           
Di saat Islam mengalami kemunduran, dunia Eropa (Barat) sedang gencarnya melakukan invasi terhadap Islam, terutama di bidang ilmu pengetahuan dan kekuasaan politik. Dengan demikian, Islam secara politis, mengalami banyak kekalahan atas invasi Barat tersebut. Satu demi satu negeri Muslim yang sebelumnya menjadi pusat dan sentral ilmu pengetahuan jatuh ke pelukan Barat. Dan yang tersisa hanya bekas puing-puing yang tinggal kenangan belaka.
Apa yang menjadi gambaran tersebut di atas, merupakan awal dari apa yang disebut abad renaisans di Eropa. Suatu era perubahan yang sangat dahsyat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Eropa. Bahkan corak ilmu pengetahuan yang pernah menjadi nilai emas di dunia Islam, sudah menjadi milik dunia Barat. Karya-karya ilmuan Muslim banyak diterjemahkan kembali ke dalam bahasa mereka. Sama halnya ketika Islam melakukan penerjemahan karya-karya dari manuskrip Persia dan Yunani.
Kejayaan Islam yang sebelumnya menjadi sangkar emas, telah tertandingi oleh Eropa (Barat), bahkan selangkah lebih maju. Terutama pasca penemuan Mesin Uap yang melahirkan revolusi industri di Eropa. Teknologi perkapalan dan militer berkembang pesat, pusat perdagangan dan kelautan yang strategis berada dalam kekuasaannya. Bahkan tanpa hambatan, negeri-negeri Islam jatuh ke bawah kekuasaan Barat.
Namun demikian, menurut sebagian pemikir muslim mengatakan bahwa Islam tetap kreatif dan progresif sepanjang kebebasan berpikir dan investigasi dapat menandingi fatalisme. Sepanjang Islam menganggap bahwa dunia adalah buku yang terbuka untuk dapat dibaca dan dipahami oleh semua orang. Apabila unsur-unsur fanatisisme dan ortodoksi tertanam dalam skolastikisme, maka ia tidak dapat memberi pengaruh nyata. Dan apabila unsur-unsur dinamis dan liberal menyerah kepada kepatuhan total pada ortodoksi dan berganti menjadi kepasrahan pada konsep-konsep takdir dan nasip, serta mengalahkan semangat investigasi, berinovasi dan mencipta, maka obor tersebut telah diserahkan dari Islam kepada Renaisans Eropa.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

 http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1987:islam-dan-mata-rantai-peradaban-barat&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210

PERBANDINGAN ANTARA PERADABAN ISLAM DENGAN PERADABAN BARAT

 Kaum intelektual menggabungkan kalimat al-hadharah dengan al-madaniyah, yang pada umumnya mereka tidak membedakan arti kedua kata tersebut.  Namun, sebagian dari mereka telah memunculkan perbedaan penunjukkan dua kata itu.  Sebenarnya apa persamaan dan perbedaan dari keduanya?
           
 Kata hadharah mengisyaratkan pada tahadhdhur (peradaban) lawan dari tabaddu (padang sahara) dan kata haadhirah (ibu kota) lawan dari baadiyah (pedalaman).  Kata madaniyah mengisyaratkan pada tamaddun (kehidupan mewah) lawan dari tariifun (perkampungan) dan kata madiinah (perkotaan) lawan dari riifun (dusun, pinggiran). 
           
 Secara bahasa, setiap kata menunjukkan hal yang sama.  Tahadhdhur dan haadhirah mengisyaratkan pada kehidupan kota yang dicerminkan oleh sikap penduduknya.  Lawannya adalah tabaddu dan baadiyah, yaitu kehidupan desa yang tercermin dari kehidupan penduduknya.  Demikian pula tamaddun dan madiinah, keduanya mengisyaratkan kehidupan perkotaan yang berbeda dari riifun yang mencakup kehidupan dusun dan desa.  Akan tetapi, makna kata riifun lebih luas maknanya daribaadiyah karena mencakup seluruh kehidupan di luar kota termasuk penduduk yang bercocok tanam dan penduduk nomad.  Sementara itu, baadiyah hanya mencakup satu aspek saja.
           
 Adapun secara istilah, hadharah khusus ditujukan pada berbagai pemahaman hidup, sedangkan madaniyah khusus pada bentuk-bentuk fisik (materi) kehidupan.  Ini berarti kata hadharah terbatas pada penunjukan makna-makna dan pemikiran-pemikiran yang dikemukakan oleh pandangan hidup atau ideologi.  Adapun kata madaniyah mencakup bentuk-bentuk materi, seperti patung-patung yang diambil dari pandangan hidup atau yang dipengaruhinya, sebagaimana juga bentuk-bentuk materi yang dihasilkan dari sains dan industri, seperti komputer dan pesawat yang tidak diambil dan tidak dipengaruhi pandangan hidup.  Itu merupakan hasil kemajuan ilmu dan teknologi, serta perkembangannya.
 
             Apa yang mengharuskan adanya perbedaan antara hadharah dan madaniyah dalam realitas kehidupan?
 
             Selama hadharah dan madaniyah masing-masing diartikan sebagai berikut, hadharah adalah sekumpulan pemahaman tentang segala sesuatu dalam kehidupan yang berlandaskan pada arah pandang ideologi yang dianut oleh seseorang dan umat, sedangkan madaniyah adalah kumpulan dari bentuk-bentuk fisik benda yang terindra yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dipengaruhi salah satu pemahaman ideologi atau tidak, maka ini berarti hadharah bersifat khas pada setiap umat mengikuti arah pandang ideologinya atau mengikuti akidah mabdanya. Sementara itu, madaniyah bisa bersifat khas milik satu umat tatkala dipengaruhi pemahaman akidah dan mabdanya, bisa pula bersifat umum untuk seluruh umat manusia ketika madaniyah ini hasil dari sains dan industri yang tidak khusus dimiliki oleh umat atau bangsa mana pun.
 
             Ketika perbedaan penunjukan dua kata, yaitu hadharah dan madaniyah seperti penjelasan di atas, maka perlu ada perhatian yang serius tentang hal tersebut. Selain itu, perlu ada perhatian terhadap perbedaan bentuk-bentuk madaniyah yang dipengaruhi hadharah (pemahaman tertentu) dengan bentuk-bentuk madaniyah yang menjadi produk sains dan industri atau yang tidak dipengaruhi pandangan hidup tertentu.
 
             Namun, apa hasil dari adanya perhatian serius terhadap perbedaan ini dalam kehidupan individu maupun masyarakat?
 
             Hasilnya tampak ketika madaniyah diambil dengan segala macam bentuknya; dari segi dibedakan bentuk-bentuknya; dan dari segi dibedakan madaniyah dengan hadharah.  Ketika seorang Muslim dihadapkan pada madaniyah Barat sebagai hasil kemajuan ilmu dan industri, maka saat itu dia tidak melakukan kesalahan ketika mengambilnya karena tidak satu pun pemahaman mabdanya yang melarang untuk mengambilnya.  ‘Cukuplah bagimu saat itu mengambil apa yang diperlukan’, artinya mengambil apa yang menjadi kebutuhan umat Islam.  Adapun madaniyah produk hadharah Barat, tidak boleh diambil.  Keharaman mengambil produk ini karena haram mengambil hadharah Barat yang bertentangan dengan hadharah Islam, apakah dari segi asasnya; gambaran tentang kehidupan; atau dari segi pemahaman kebahagiaan manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat.
             
Bagaimana pertentangan hadharah Islam dengan hadharah Barat dari segi asas atau landasannya?
 
              Landasan hadharah Barat, yaitu Kapitalisme Demokrasi atau asas ideologinya adalah Sekularisme dan pengingkaran terhadap peranan agama dalam kehidupan, berikutnya pemisahan agama dari negara dan pengaturannya.  Pandangan hidup mereka tidak ada kaitannya dengan agama, serta tidak dipengaruhi agama dan juga aturannya.  Menurut mereka, kehidupan ini ada seperti sekarang tanpa memperhatikan siapa yang menciptakannya.  Akal dan pengaturan manusialah yang akan mengatur kehidupan.
 
             Adapun asas hadharah Islam adalah keimanan terhadap Allah Swt.  Dialah yang mengatur kehidupan dunia.  Manusia, alam semesta, dan kehidupan masing-masing diberikan pengaturan khusus.  Begitu pula Allah Swt. mengutus Muhamad saw. dengan membawa agama Islam--yang menjadi dasar bagi hadharah--yang mencakup keimanan kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, serta Qadha dan Qadar.  Artinya, hadharah Islam dibangun di atas asas rohani.  Demikianlah, tampak jelas perbedaan antara hadharah Islam dengan hadharah Barat.
 
             Bagaimana pertentanganhadharah Islam dengan hadharah Barat dari segi gambaran tentang kehidupan?
 
             Kehidupan dalam gambaran hadharah Barat adalah manfaat.  Setiap perbuatan manusia distandardisasi dengan manfaat, artinya manfaat dijadikan sebagai landasan aturan dan hadharahHadharah yang berlandaskan manfaat tidak mengakui standar apa pun selain manfaat atau nilai materi dalam kehidupannya.  Oleh karena itu, tidak ditemukan adanya nilai kemanusiaan, nilai akhlak, dan nilai rohani dalam pandangan mereka.  Hal inilah yang membuat setiap aktivitas yang mengimplementasikan nilai-nilai tersebut diserahkan pada organisasi yang terpisah dari negara. Lembaga atau organisasi tersebut dinamakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti Palang Merah dan organisasi kemanusiaan lainnya, atau lembaga misionaris dan aktivitas kerohanian yang lain.  Adapun aktivitas yang bernilai akhlak mengikuti aktivitas yang bermanfaat menurut pandangan mereka.  Jadi, setiap akhlak yang membawa manfaat, hal itu baik dimata mereka, seperti kejujuran, dusta, penipuan, atau menepati janji.
 
             Adapun gambaran kehidupan menurut hadharah Islam, bahwasanya dalam hidup ini mesti dipadukan antara materi dan roh.  Artinya, setiap amal manusia diselaraskan dengan perintah dan larangan Allah Swt.  Dalam hal ini amal manusia--apa pun jenisnya--adalah materi, ketika dia melakukan amal tersebut, kemudian dikaitkan hubungannya dengan Allah Swt., itulah roh.  Dengan demikian, manusia akan melakukan perbuatan tersebut jika halal dan akan menjauhinya jika haram.
Inilah maksud dari sejalan dengan perintah dan larangan Allah dan inilah maksud dari menggabungkan antara materi dengan roh (mazjul maadah bir-ruuh).  Tujuan Muslim mengikatkan amalnya dengan perintah dan larangan Allah Swt. bukan semata untuk memperoleh manfaat, namun untuk mencapai keridhaan Allah Swt. 
 
Adapun tujuan duniawi dari pelaksanaan amal tersebut sesuai dengan jenis perbuatannya.  Dalam berdagang, nilai materilah yang menjadi tujuan.  Dari amal akhlaki diperoleh nilai akhlak dan dari amal ibadah dimaksudkan untuk mendapat nilai rohani.  Jadi artinya, ketika melakukan satu amal harus diperhatikan halal dan haram sehingga nilai materi yang diperoleh dari amal tersebut adalah keuntungan yang halal dan bukan keuntungan yang datang dari keharaman.
             
         Bagaimana pertentangan hadharah Islam dengan hadharah Barat dari segi pemahaman tentang makna kebahagiaan?
 
             Kebahagiaan dalam hadharah Barat adalah memberikan bagian yang besar pada manusia dalam hal kesenangan jasmani dan menyediakan sebanyak-banyaknya sarana dan fasilitas untuk hal tersebut.  Hal ini mengikuti gambaran hidup mereka yang mementingkan kemanfaatan.  Ketika kenikmatan dan kesenangan jasmani tercukupi, seperti aktivitas seksual atau segala aktivitas fisik yang membawa manfaat lainnya tercukupi, itulah kebahagian.  Yaitu, saat manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya.
 
             Adapun dalam pandangan hadharah Islam, kebahagiaan tercapai saat ridha Allah Swt. didapatkan.  Jadi, tidak sekadar dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan naluri karena pemenuhan kebutuhan ini tidak lebih hanya sarana  untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Pemenuhan seperti ini tidak menjamin adanya kebahagiaan, bagaimanapun tingkatan kemampuan pemenuhannya.  Terkadang terjadi pada manusia, setelah dia dapat memenuhi kebutuhan perut atau yang lainnya, tetap saja gelisah,  begitu pun setelah dipenuhi kebutuhan seksualnya. Hal itu terjadi karena dia hanya mengaitkan semua itu dengan manfaat jasmani semata.  Namun, ketika manusia mengaitkan pemenuhan kebutuhannya itu dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah Swt., saat itu ia akan merasakan kebahagiaan, ketenangan, dan keridhaan , sama saja apakah kebutuhannya itu terpenuhi dengan sempurna atau tidak.
             Mengapa bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadharah Barat berbeda dengan madaniyah yang dihasilkan dari hadharah Islam?
             Hal ini tampak jelas pada contoh-contoh fisik, semisal lukisan.  Lukisan yang dihasilkan dari peralatan menggambar, adakalanya dipengaruhi oleh hadharah Barat ketika gambar tersebut menampilkan kecantikan wanita dan keindahan tubuhnya. Hal itu dianggap sebagai bagian dari seni menurut kacamata mereka.  Adakalanya pula dipengaruhi hadharah Islam, ketika Islam melarang gambar wanita telanjang yang dapat merangsang naluri seksual dan menyebabkan kekacauan akhlak.
             Contoh lain adalah membangun rumah. Rumah termasuk bentuk madaniyah yang apabila dipengaruhi oleh hadharah Barat, akan memperlihatkan aktivitas wanita yang berada di dalam rumah dan terlihat oleh orang yang berada di luar dengan maksud untuk kesenangan.  Apabila dipengaruhi hadharah Islam, di sekeliling rumah akan dibuat pagar penghalang agar wanita yang berada di dalam rumah dengan pakaian yang biasa digunakan di dalam rumah, tidak terlihat.
 
             Selain itu, contoh lainnya adalah pakaian.  Apabila pakaian tersebut identik dengan ciri kekufuran, seperti pakaian pendeta, maka hal ini bertentangan dengan pakaian yang dikehendaki oleh hadharah Islam yang lazim dipakai untuk ibadah.  Sebagaimana bertentangannya pakaian-pakaian kerja  tertentu  yang menurut mereka disesuaikan dengan jenis-jenis pekerjaan.  Adapun pakaian lainnya yang lahir dari Barat untuk kebutuhan tertentu atau hiasan tertentu (seperti jas, celana panjang, dan lain-lain,pen.) hal itu tidak bertentangan dengan Islam karena merupakan madaniyah produk dari sains dan teknologi yang boleh diambil. Ini berlaku umum untuk seluruh manusia, bukan milik hadharah tertentu.  Demikian pula halnya dengan bentuk-bentuk madaniyah berupaproduk dari sains dan tekhnologi, seperti peralatan laboratorium, alat-alat kedokteran, mesin-mesin industri, perabot rumah tangga, mebel, alat pertukangan, dan yang lainnya.  Semuanya ini berlaku umum untuk seluruh manusia tidak ada kaitannya dengan hadharah dan ideologi tertentu.
             Sebelum pemaparan ini diakhiri, ada baiknya kita melihat dampak negatif yang dihasilkan hadharah Barat yang terjadi di dunia saat ini.
 
             Dengan melihat sepintas saja, begitu tampak dengan jelas  akibat yang ditimbulkan dari diterapkannya hadharah Barat, yaitu terjadinya keguncangan pada kehidupan manusia dan mereka kehilangan ketenangan dalam hidupnya.  Hal ini terjadi karena hadharah Barat telah membuang agama dari kehidupan dan tidak mengakui aspek kerohanian dalam kehidupan masyarakat, yang tentu saja ini bertentangan dengan fitrah manusia.  Hadharah Barat menggambarkan kehidupan sarat dengan manfaat materi.  Hubungan di antara manusia dilandaskan hanya pada manfaat, tidak ada yang lainnya. 
 
Akhirnya, menghasilkan kesulitan dan kegelisahan pada individu dan masyarakat.  Bagaimana tidak?, selama manfaat dijadikan asas, akan mengakibatkan perselisihan dan baku hantam, serta penggunaan kekuatan dalam memenuhi keinginan-keinginan mereka.  Jiwa penjajah telah menjadi karakter mereka, akhlak dibuat guncang, serta terjadi krisis rohani di tengah kehidupan individu dan masyarakat.  Semua ini memudahkan seseorang untuk berselisih dan bersaing sebagai solusi bagi masalahnya atau mudah melakukan perbuatan kriminal yang menurut logikanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan dirinya ataupun masyarakat.  Tidak ada upaya untuk kembali pada agama, selain mengakui kerusakan hadharah mereka dan kesulitan yang mereka alami akibat dari banyaknya penyimpangan yang terjadi. 
 
Dalam kondisi ini, mencari kebahagian hakiki tidak ada gunanya.  Mereka kembali memeriksa agama, namun agama yang mana?!  Karena seandainya mereka meneliti sejarah secara objektif, akan ditemukan bahwa hadharah Islam yang selaras dengan fitrah manusia; mengatur perbuatan manusia dengan halal dan haram; memiliki gambaran hidup yang memadukan antara aspek materi dengan rohani; serta adanya pemahaman kebahagiaan yang dicapai individu dan masyarakat itu adalah dengan mendapat ridha Allah Swt.
 
Dengan demikian, hanya Islamlah yang dapat mewujudkan kebahagiaan hakiki bagi individu dan masyarakat; menyelamatkan kehidupan manusia dari kubangan lumpur; serta membawa mereka pada kesejahteraan dan ketenangan.
 
Diskusi
 
Tanya : Apa perbedaan dari kalimat ‘rajul muttahadhar’ dan ‘rajul mutamaddun’?
 
Jawab: Rajul muttahadhar (laki-laki yang berhadharah) maksudnya adalah seorang laki-laki yang memiliki perilaku maju sesuai pandangan hidupnya.  Rajul mutamaddun (laki-laki bermadaniyah) maksudnya adalah seorang laki-laki yang memiliki bentuk-bentuk kemajuan sesuai dengan bentuk-bentukmadaniyah yang umum diketahui di negerinya tanpa ada kaitannya dengan pandangan hidup tertentu.  Orang yang berhadharah terkadang punya madaniyah, namun orang yang punya madaniyah, terkadang punya hadharah dan terkadang tidak.
 
Tanya : Apa manfaat dibedakannya hadharah dan madaniyah dalam realitas kehidupan?
 
Jawab:  Hal tersebut akan memberikan pemahaman yang lurus dan pengetahuan yang benar sejauh mana dipadukan atau dipisahkannya hadharah dan madaniyah bagi kaum Muslim serta umat yang lain.   Selanjutnya, mana yang boleh dan tidak boleh diambil dari bangsa atau umat yang lain.  Inilah tujuan penting yang harus dicapai.
 
Tanya: Bagaimana mungkin, pakaian bisa dipengaruhi hadharah?
 
Jawab: Hadharah dapat mempengaruhi pakaian dalam dua segi, pertama dari bahan pakaian.  Dalam pandangan hadharah Barat, bahan apa pun boleh dijadikan pakaian, baik untuk wanita maupun pria selama mendatangkan manfaat bagi produsen ataupun konsumen.  Sementara itu, hadharah Islam mengharamkan pakaian laki-laki yang terbuat dari sutra dan penggunaan emas, sedangkan untuk wanita kedua barang itu diperbolehkan.  Kedua, dari bentuknya.  Pakaian untuk wanita adalah pakaian panjang dan longgar yang menutup seluruh tubuh wanita, sedangkan untuk pria menutup bagian tubuh pria dari pusar hingga lutut. Itulah yang dikehendaki oleh hadharah Islam.  Islam juga melarang menyamakan pakaian wanita dan pria, serta memerintahkan untuk berhati-hati dari pakaian yang identik dengan kekufuran. 
Adapun hadharah Barat tidak mempertimbangkan semua itu, selama kecantikan, keindahan, dan keuntungan materi dapat dicapai.
 
Tanya: Mungkinkah kita mengatakan bagi semua bentuk madaniyah hasil dari sains dan teknologi, semuanya itu tidak dipengaruhi hadharah?
 
Jawab: Tidak, karena ada pula madaniyah hasil dari sains dan teknologi yang dipengaruhi hadharah, misalnya pakaian.  Pakaian bisa dipengaruhi hadharah ketika dimaksudkan untuk memperlihatkan kecantikan tubuh wanita. 
 
Tanya : Bagaimana dengan pendapat yang mengharamkan hadharah Barat, termasuk mengutip ilmu dan teknologi dari mereka?
 
Jawab: Dalam hal ini penting untuk dibedakan antara hadharah dengan madaniyahHadharah Barat yang merupakan kumpulan dari pemahaman ideologi mereka, secara hukum syara’, tentunya harus ditolak.  Adapun madaniyah terbagi menjadi dua, ada yang dipengaruhi hadharah dan ada pula yang tidak.  Yang dipengaruhi hadharah, tentu harus ditolak, sedangkan yang tidak dipengaruhi hadharah, tetapi merupakan produk dari sains dan tekhnologi, serta berlaku umum bagi seluruh manusia, tidak dikhususkan untuk bangsa tertentu, boleh diambil.
 
Tanya : Apa hubungan hadharah Barat dengan akidah sekuler mereka?
 
Jawab: Selama hadharah adalah kumpulan pemahaman tentang kehidupan, maka akidah sekuler yang ada pada mereka, menjadikan pemahaman tentang kehidupan tidak diambil dari pemahaman agama, tetapi dari akal dan pemikiran manusia yang memutuskan dan mengatur segala sesuatu.  Tentu saja standarnya adalah manfaat.  Demikian pula seluruh asas hadharah umat mana pun, baik Barat atau yang lainnya, menyesuaikan dengan ideologi atau pandangan hidup masing-masing.
 
Tanya:  Apa hubungan antara keimanan kepada Allah Swt., yang tidak lain adalah Akidah Islam, dengan hadharah Islam?
 
Jawab: Hadharah adalah pemahaman tentang kehidupan, pemahaman ini diambil dari akidah yang terdiri dari pemikiran dan hukum.  Ini berarti perbuatan yang dilakukan sesuai dengan perintah dan larangan Allah Swt., serta kehalalan dan keharaman dilandaskan pada akidah.  Dari sini, jelas sudah hubungan antara hadharah dengan akidah, yaitu bagaikan akar dan dahan, hubungannya erat dan tidak bisa dipisahkan.
 
Tanya: Apa yang dimaksud dengan gambaran kehidupan yang ada pada setiap hadharah?
 
Jawab: Maksudnya adalah penafsiran dan penjelasan tentang hakikat kehidupan.  Menurut hadharah Barat, kehidupan ini adalah manfaat.  Hakikatnya setiap perbuatan yang dilakukan manusia dilandaskan kepada manfaat, yang tergambar saat manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.  Hadharah Islam menafsirkan kehidupan adalah terpadunya materi dengan roh sehingga semua perbuatan manusia harus memperhatikan kehalalan dan keharaman, bukan sekadar melihat materi semata atau hanya roh saja, melainkan harus menggabungkan keduanya.  Inilah gambaran kehidupan yang maksudnya adalah penafsiran dan penjelasan tentang hakikat kehidupan.
 
Tanya: Mengapa semua perbuatan manusia dikatakan sebagai materi, termasuk juga shalat?
 
Jawab: Shalat terdiri dari sejumlah gerakan dan bacaan, semuanya adalah materi.  Aktivitas ini merupakan pelaksanaan perbuatan yang didasarkan pada perintah Allah, itulah yang dinamakan roh.  Karena itu, shalat dikatakan perbuatan materi (fisik) dan roh.  Namun, hal seperti ini tidak dikhususkan untuk shalat saja, tetapi perbuatan apa pun yang dilakukan dengan mengikuti perintah dan larangan Allah Swt.  Jadi, memang shalat adalah perbuatan fisik yang di dalamnya lebih banyak unsur rohnya bagi manusia karena di dalam shalat, seorang Muslim menghadapkan wajahnya dan berhubungan langsung dengan Allah Swt.
 
Tanya:  Apabila semua perbuatan manusia adalah materi dan tidak dilandaskan kepada perintah Allah dan juga larangan-Nya, maka bagaimana dengan keempat nilai perbuatan manusia?
 
Jawab: Nilai suatu perbuatan adalah tujuan langsung yang hendak dicapai.  Tujuan dari semua perbuatan manusia hanya ada empat.  Yaitu, materi, kemanusiaan, akhlak, dan nilai rohani.  Andai kita sebutkan satu per satu perbuatan manusia, pasti kita dapatkan banyak maksud atau empat nilai ini.   Jika salah satunya dilakukan berdasarkan perintah dan larangan Allah, itu artinya telah dipadukan materi dengan roh.  Lalu, jika tidak, maka perbuatan itu hanya materi semata.
 
Tanya: Bagaimana hadharah Barat memandang kebahagiaan?
 
Jawab: Acap kali hadharah ini memandang bahwa kebahagiaan manusia itu tidak ada kaitannya dengan Pencipta, tetapi kebahagiaan itu milik manusia dan sesuai dengan keinginannya.  Keinginan manusia ini tercapai ketika kebutuhan naluri dan jasmaninya terpenuhi.  Dari sinilah, hadharah ini memandang kebahagiaan manusia tercapai saat terpenuhinya kebutuhan hidup.
 
Tanya: Apabila aktivitas seksual dapat memenuhi tuntutan naluri seks, bagaimana hadharah Islam dan hadharah Barat memandang hal ini?
 
Jawab: Menurut keduanya, pemenuhan kebutuhan naluri apa pun dapat mewujudkan kenikmatan.  Namun, dalam pandangan hadharah  Barat, aktivitas seksual hanya ditujukan untuk kenikmatan semata dan dalam rangka mencapai kebahagiaan, sesuai dengan pemahaman mereka.  Adapun menurut hadharah Islam, aktivitas seksual ditujukan untuk memperoleh keturunan dan memelihara kehormatan diri agar mendapatkan ridha Allah Swt.  Ketika aspek roh dan materi ini berpadu, maka akan diraih keridhaan Allah Swt. yang dapat menciptakan ketenangan hati dan jiwa.  Demikian pula halnya dengan perbuatan yang lain.
 
Tanya : Apa maksudnya pakaian sebagai bentuk madaniyah terkadang menimbulkan pertentangan antara hadharah Islam dengan hadharah Barat?
 
Jawab: Hal ini tampak jelas pada pakaian-pakaian yang berhubungan dengan pemahaman masing-masing.  Seperti adanya perbedaan antara pakaian pria dan wanita dalam pandangan kedua hadharah tersebut.  Pakaian dari Barat, banyak memperlihatkan anggota tubuh, serta sempit membentuk lekuk tubuh.  Sementara itu, pakaian dalam Islam tidak demikian.  Di Barat, ada juga pakaian yang digunakan saat tertentu, misalnya saat gembira atau sedih, sedangkan dalam Islam tidak demikian.  Ini semuanya dipengaruhi oleh pandangan hidup masing-masing sehingga menimbulkan adanya pertentangan.
 
Tanya : Akan tetapi, bagaimana kaitannya dengan pakaian yang berasal dari hadharah Barat untuk kebutuhan tertentu dan hiasan tertentu, namun tidak bertentangan dengan Islam?
Jawab: Apabila terdapat keperluan khusus atau hiasan tertentu yang diakui dalam Islam, seperti pakaian untuk penerbangan atau pakaian kerja pada industri tertentu, atau perhiasan yang cocok dipakai untuk hari raya ‘Id atau pernikahan atau ta’ziyah, maka itu tidak bertentangan dengan Islam dan hadharah Islam, selama kebutuhan atau perhiasan itu diakui oleh syara’.
 
Tanya :  Mengapa hadharah Barat bertentangan dengan fitrah manusia?
 
Jawab: Hadharah Barat dibangun di atas dasar pemisahan agama dari kehidupan, yang akhirnya mereka mengingkari fitrah manusia yang mencakup naluri untuk beragama dan pengaturannya.
 
Tanya :  Mengapa dalam pembahasan ini dibatasi hanya pada perbandingan dua hadharah saja, yaitu Islam dan Barat Kapitalisme, sementara Sosialisme tidak disinggung sedikitpun?
 
Jawab: Hal ini karena hadharah Islamlah yang satu-satunya yang berdiri di atas dasar rohani, yaitu ada penggabungan antara materi dengan roh dalam menggambarkan kehidupan, serta memiliki pemahaman kebahagiaan yang khas. 
           
Sementara itu, dari segi asas, Barat Kapitalisme telah mencampakkan agama, bahkan pada Sosialisme agama itu diingkari keberadaannya.  Gambaran kehidupan pada mereka adalah manfaat materi bagi individu dan masyarakat.  Selain itu, kebahagiaan yang mereka pahami sama sekali tidak berkaitan dengan keinginan untuk memperoleh keridhaan Tuhan, tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan yang ada pada individu ataupun masyarakat. 
Kedua hadharah tersebut, hidup bergelimang dengan nafsu syahwat dan obsesi-obsesi duniawi, baik individu maupun masyarakatnya.  Sementara itu, Islam dengan hadharahnya, menganggap dunia dan keindahannya sebagai sarana menuju akhirat yang kekal kenikmatannya.

 http://10109472.blog.unikom.ac.id/perbandingan-antara.1sv

Sikap Kaum Muslimin Saat Ini Terhadap Barat

 
 
al-ikhwan.net 
Pustaka_Nailul 
ISLAM DAN PERADABAN DUNIA ISLAM DAN PERADABAN DUNIA ISLAM DAN PERADABAN DUNIA ISLAM DAN PERADABAN DUNIA 
Nabiel Fuad Al-Musawa
 
Sikap Kaum Muslimin Saat Ini Terhadap Barat
 
APRIORI
 Sikap sebagian kaum muslimin yang menolak mentah-mentah terhadap nilai-nilai Baratbeserta konsekuensi-konsekuensinya, sehingga mereka mengisolasi diri dari dinamikamodernisasi sama sekali. Dampaknya adalah mereka mengalami kemunduran & kejumudan serta keterasingan dalam kehidupan. Sikap ini tidak sesuai dengan Al Qur'an& As-Sunnah (lihat QS. Ali-Imran 190-191), HR. Turmudzi (Ilmu itu milik kaum musliminyang hilang, dimana saja ia dapatkan maka ia lebih berhak atasnya) & Sirah Nabi SAWserta Shahabat RA.Sikap ini masih nampak pada sebagian kaum muslimin, seperti menolak mentah-mentahmempelajari ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat, sarana teknologi dan segalasesuatu yang bersumber dari Barat adalah haram. Sikap ini terlihat seperti pada sikapmenolak speaker di sebagian mesjid, tidak mau menterjemahkan khutbah saat shalatJum'ah, dan sebagainya.
PERMISIF
 Ini merupakan sikap yang dominan di masyarakat, sikap menyerah kalah, tunduk patuh& silau, sehingga menjiplak habis-habisan tanpa proses penyaringan lagi. Sikap ini diikutidengan sikap memandang rendah terhadap semua yang berasal dan berbau Islam.Mereka menganggap hukum-hukum Islam telah ketinggalan jaman, mereka mengalamiinferiority complex syndrome terhadap Islam.Sikap ini terutama dialami oleh sebagian kaum pemuda & kaum intelektual muda yangdididik dengan pengetahuan Barat tanpa dibekali dengan kerangka berfikir yang Islami.Dampaknya adalah terjadinya kerusakan disegala bidang kehidupan (korupsi, kolusi,sex-bebas, ectassy, tawuran, dan sebagainya.), akibat keringnya bidang-bidang tersebutdari orang-orang yang memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai Islam.
SELEKTIF
 Menerima & melaksanakan proses filterisasi kebudayaan Barat dengan paradigma berfikirIslami, mana yabg sesuai dengan hukum dan nilai Islam diambil & mana yangbertentangan ditolak & dijauhi. Ini merupakan pemahaman yang benar dan dianut olehpara cendekia dan pemikir muslim mutakhir, sejak era kebangkitan Islam akhir-akhir ini,yang dipelopori oleh Rasyid Ridha (Mesir), Muhammad Iqbal (Palestina), MuhammadAbduh (Mesir), Abul A'la Maududi (Pakistan) & Hasan al-Banna (Mesir).Menurut pemahaman ini bahwa ilmu pengetahuan yang bersumber dari Barat banyakyang bermanfaat, asal dibingkai dengan nilai-nilai Islami, karena ilmu pengetahuan danteknologi tersebut asalnya dipelajari ilmuwan Barat dari kaum muslimin juga.
 
 http://www.scribd.com/doc/27436389/Islam-Dan-Peradaban-Dunia

Tentang Islam dan Budaya

 

Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Allah swt sendiri telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang tersebut dalam ( QS Toha : 2 ) : “ Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kapadamu agar kam menjadi susah “. Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti petunjuk Al Qur’an ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka akan bahagia dan sejahtera dunia dan akherat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang sempit dan penuh penderitaan.
Ajaran-ajaran Islam yang penuh dengan kemaslahatan bagi manusia ini, tentunya mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun bentuk kegiatan yang dilakukan manusia, kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran Islam ini. Kebudayaan adalah salah satu dari sisi pentig dari kehidupan manusia, dan Islampun telah mengatur dan memberikan batasan-batasannya.Tulisan di bawah ini berusaha menjelaskan relasi antara Islam dan budaya. Walau singkat mudah-mudahan memberkan sumbangan dalam khazanah pemikian Islam.
Arti dan Hakekat Kebudayaan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan ( adat, akhlak, kesenian , ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudaaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek : 1. Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan Kesustraan 3. Kesenian 4. Sejarah 5. Ilmu Pengetahuan.
Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti sarana ( candi, patung nenek moyang, arsitektur) , peralatan ( pakaian, makanan, alat-alat upacara). Juga mencakup sistem sosial, seperti upacara-upacara ( kelahiran, pernikahan, kematian )
Adapun aspek bahasa dan kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novel-novel.
Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts dan performing arts, yang mencakup ; seni rupa ( melukis), seni pertunjukan ( tari, musik, ) Seni Teater ( wayang ) Seni Arsitektur ( rumah,bangunan , perahu ). Aspek ilmu pengetahuan meliputi scince ( ilmu-ilmu eksakta) dan humanities ( sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah ).
Hubungan Islam dan Budaya
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara agama ( termasuk Islam ) dengan budaya, kita perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini : mengapa manusia cenderung memelihara kebudayaan, dari manakah desakan yang menggerakkan manusia untuk berkarya, berpikir dan bertindak ? Apakah yang mendorong mereka untuk selalu merubah alam dan lingkungan ini menjadi lebih baik ?
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi. Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing agama. Mereka hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.
Di sinilah, , bahwa agama telah menjadi hasil kebudayaan manusia. Berbagai tingkah laku keagamaan, masih menurut ahli antropogi,bukanlah diatur oleh ayat- ayat dari kitab suci, melainkan oleh interpretasi mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai pendapat yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan. Kelompok pertama menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili oleh Hegel. Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama. Dan kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu sisi saja. Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman Allah Qs As Sajdah 7-9 : “ ( Allah)-lah Yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina ( air mani ). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam ( tubuh )-nya roh ( ciptaan)-Nya “Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang bernama Malaikat, yang hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja, karena diciptakan dari unsur cahaya. Dan juga menciptakan Syetan atau Iblis yang hanya bisa berbuat jahat , karena diciptkan dari api. Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas, merupakan gabungan dari unsur dua makhluk tersebut.
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua pembisik ; pembisik dari malaikat , sebagi aplikasi dari unsur ruh yang ditiupkan Allah, dan pembisik dari syetan, sebagai aplikasi dari unsur tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh manusia tersebut, saling bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan kebajikan dan perbuatan baik, maka unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya ketika manusia berbuat asusila, bermaksiat dan membuat kerusakan di muka bumi ini, maka unsur syetanlah yang menang. Oleh karena itu, selain memberikan bekal, kemauan dan kemampuan yang berupa pendengaran, penglihatan dan hati, Allah juga memberikan petunjuk dan pedoman, agar manusia mampu menggunakan kenikmatan tersebut untuk beribadat dan berbuat baik di muka bumi ini.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat dengan apa yang dinyatakan Hegel di atas.
Sikap Islam terhadap Kebudayaan
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita. Menentukan bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.
Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum. Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu muhakkamatun “ karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa seorang wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah yang berbentuk perahu lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih. Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah yang besar , karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang yan meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “ Tumpeng Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia.
Dalam hal ini al Kamal Ibnu al Himam, salah satu ulama besar madzhab hanafi mengatakan : “ Sesungguhnya nash-nash syareat jauh lebih kuat daripada tradisi masyarakat, karena tradisi masyarakat bisa saja berupa kebatilan yang telah disepakati, seperti apa yang dilakukan sebagian masyarakat kita hari ini, yang mempunyai tradisi meletakkan lilin dan lampu-lampu di kuburan khusus pada malam- malam lebaran. Sedang nash syareat, setelah terbukti ke-autentikannya, maka tidak mungkin mengandung sebuah kebatilan. Dan karena tradisi, hanyalah mengikat masyarakat yang menyakininya, sedang nash syare’at mengikat manusia secara keseluruhan., maka nash jauh lebih kuat. Dan juga, karena tradisi dibolehkan melalui perantara nash, sebagaimana yang tersebut dalam hadits : “ apa yang dinyatakan oleh kaum muslimin baik, maka sesuatu itu baik “
Dari situ, jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh Dr. Abdul Hadi WM, dosen di Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina, Jakarta, bahwa Islam tidak boleh memusuhi atau merombak kultur lokal, tapi harus memposisikannya sebagai ayat-ayat Tuhan di dunia ini atau fikih tidak memadai untuk memahami seni, adalah tidak benar. Wallahu a’lam Oleh DR. Zain An Najah

 http://kacahati.wordpress.com/2009/04/08/artikel-tentang-islam-dan-budaya/

Tradisi Merari : Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal

Islam secara teologis, merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat Ilahiyah dan transenden. Sedangkan dari aspek sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia. Dialektika Islam dengan realitas kehidupan sejatinya merupakan realitas yang terus menerus menyertai agama ini sepanjang sejarahnya. Sejak awal kelahirannya, Islam tumbuh dan berkembang dalam suatu kondisi yang tidak hampa budaya. Realitas kehidupan ini –diakui atau tidak—memiliki peran yang cukup signifikan dalam mengantarkan Islam menuju perkembangannya yang aktual sehingga sampai pada suatu peradaban yang mewakili dan diakui okeh masyarakat dunia.
Aktualisasi Islam dalam lintasan sejarah telah menjadikan Islam tidak dapat dilepaskan dari aspek lokalitas, mulai dari budaya Arab, Persi, Turki, India sampai Melayu. Masing-masing dengan karakteristiknya sendiri, tapi sekaligus mencerminkan nilai-nilai ketauhidan sebagai suatu unity sebagai benang merah yang mengikat secara kokoh satu sama lain. Islam sejarah yang beragam tapi satu ini merupakan penerjemahan Islam universal ke dalam realitas kehidupan umat manusia.
Relasi antara Islam sebagai agama dengan adat dan budaya lokal  sangat jelas dalam kajian antropologi agama. Dalam perspektif ini diyakini, bahwa agama merupakan penjelmaan dari sistem budaya. Berdasarkan teori ini, Islam sebagai agama samawi dianggap merupakan penjelmaan dari sistem budaya suatu masyarakat Muslim. Tesis ini kemudian dikembangkan pada aspek-aspek ajaran Islam, termasuk aspek hukumnya. Para pakar antropologi dan sosiologi mendekati hukum Islam sebagai sebuah institusi kebudayaan Muslim. Pada konteks sekarang, pengkajian hukum dengan pendekatan sosiologis dan antrologis sudah dikembangkan oleh para ahli hukum Islam yang peduli terhadap nasib syari’ah. Dalam pandangan mereka, jika syari’ah tidak didekati secara sosio-historis, maka yang terjadi adalah pembakuan terhadap norma syariah yang sejatinya bersifat dinamis dan mengakomodasi perubahan masyarakat.
Islam sebagai agama, kebudayaan dan peradaban besar dunia sudah sejak awal masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan terus berkembang hingga kini. Ia telah memberi sumbangsih terhadap keanekaragaman kebudayaan nusantara. Islam tidak saja hadir dalam tradisi agung [great tradition] bahkan memperkaya pluralitas dengan islamisasi kebudaya andan pribumisasi Islam yang pada gilirannya banyak melahirkan tradisi-tardisi kecil [little tradition] Islam. Berbagai warna Islam –-dari Aceh, Melayu, Jawa, Sunda, Sasak, Bugis, dan lainnya—riuh rendah memberi corak tertentu keragaman, yang akibatnya dapat berwajah ambigu. Ambiguitas atau juga disebut ambivalensi adalah fungsi agama yang sudah diterima secara umum dari sudut pandang sosiologis.
Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan suku Sasak. Seseorang baru dianggap sebagai warga penuh dari suatu masyarakat apabila ia telah berkeluarga. Dengan demikian ia akan memperoleh hak-hak dan kewajiban baik sebagai warga kelompok kerabat atau pun sebagai warga masyarakat. Sebagaimana perkawinan menurut Islam dikonsepsikan sebagai jalan mendapatkan kehidupan berpasang-pasangan, tenteram dan damai (mawaddah wa rahmat) sekaligus sebagai sarana pelanjutan generasi (mendapatkan keturunan), maka perkawinan bagi masyarakat Sasak juga memiliki makna yang sangat luas, bahkan menurut orang Sasak, perkawinan bukan hanya mempersatukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan saja, tetapi sekaligus mengandung arti untuk mempersatukan hubungan dua keluarga besar, yaitu kerabat pihak laki-laki dan kerabat pihak perempuan.
Berdasarkan tujuan besar tersebut, maka terdapat tiga macam perkawinan dalam masyarakat suku Sasak Lombok, yaitu: (1) perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan dalam satu kadang waris yang disebut perkawinan betempuh pisa’ (misan dengan misan/cross cousin); (2) perkawinan antara pria dan perempuan yang mempunyai hubungan kadang jari (ikatan keluarga) disebut perkawinan sambung uwat benang (untuk memperkuat hubungan kekeluargaan); dan (3) perkawinan antara pihak laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan perkadangan (kekerabatan) disebut perkawinan pegaluh gumi (memperluas daerah/wilayah). Dengan demikian, maka semakin jelas bahwa tujuan perkawinan menurut adat Sasak adalah untuk melanjutkan keturunan (penerus generasi), memperkokoh ikatan kekerabatan dan memperluas hubungan kekeluargaan.
Selanjutnya, apabila membahas perkawinan suku Sasak, tidak bisa tidak membicarakan merari’, yaitu melarikan anak gadis untuk dijadikan istri. Merari’ sebagai ritual memulai perkawinan merupakan fenomena yang sangat unik, dan mungkin hanya dapat ditemui di masyarakat Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Begitu mendarah dagingnya tradisi ini dalam masyarakat, sehingga apabila ada orang yang ingin mengetahui status pernikahan seseorang, orang tersebut cukup bertanya apakah yang bersangkutan telah merari’ atau belum. Oleh karenanya tepat jika dikatakan bahwa merari’ merupakan hal yang sangat penting dalam perkawinan Sasak. Bahkan, meminta anak perempuan secara langsung kepada ayahnya untuk dinikahi tidak ada bedanya dengan meminta seekor ayam.
Merariq dan Latar Sejarah Tradsinya
Dalam adat Sasak pernikahan sering disebut dengan merari’. Secara etimologis kata merari’ diambil dari kata “lari”, berlari. Merari’an berarti melai’ang artinya melarikan. Kawin lari, adalah sistem adat penikahan yang masih diterapkan di Lombok. Kawin lari dalam bahasa Sasak disebut merari’.
Secara terminologis, merari’ mengandung dua arti. Pertama, lari. Ini adalah arti yang sebenarnya. Kedua, keseluruhan pelaksanaan perkawinan menurut adat Sasak. Pelarian merupakan tindakan nyata untuk membebaskan gadis dari ikatan orang tua serta keluarganya.
Berdasarkan informasi dari nara sumber tentang sejarah munculnya tradisi kawin lari (merari’) di pulau Lombok, paling tidak ada dua pandangan yang mengemuka, yaitu: Pertama, orisinalitas merari’. Kawin lari (merari’) dianggap sebagai budaya produk lokal dan merupakan ritual asli (genuine) dan leluhur masyarakat Sasak yang sudah dipraktikkan oleh masyarakat-sebelum datangnya kolonial Bali maupun kolonial Belanda. Pendapat ini didukung oleh sebagian masyarakat Sasak yang dipelopori oleh tokoh tokoh adat, di antaranya adalah H.Lalu Azhar, mantan wagub NTB dan kini ketua Masyarakat Adat Sasak (MAS); dan peneliti Belanda, Nieuwenhuyzen mendukung pandangan ini. Menurut Nieuwenhuyzen, sebagaimana dikutip Tim Depdikbud, banyak adat Sasak yang memiliki persamaan dengan adat suku Bali, tetapi kebiasaan atau adat, khususnya perkawinan Sasak, adalah adat Sasak yang sebenarnya.
Kedua, akulturasi merari’. Kawin lari (merari’) dianggap budaya produk impor dan bukan asli (ungenuine) dari leluhur masyarakat Sasak serta tidak dipraktikkan masyarakat sebelum datangnya kolonial Bali. Pendapat ini didukung oleh sebagian masyarakat Sasak dan dipelopori oleh tokoh agama, Pada tahun 1955 di Bengkel Lombok Barat,Tuan Guru Haji Saleh Hambali menghapus, kawin lari (merari’) karena dianggap manifestasi hinduisme Bali dan tidak sesuai dengan Islam. Hal yang sama dapat dijumpai di desa yang menjadi basis kegiatan Islam di Lombok, seperti Pancor, Kelayu, dan lain-lain. Menurut John Ryan Bartholomew, praktik kawin lari dipinjam dari budaya Bali. Analisis antropologis historis yang dilakukan Clifford Geertz dalam bukunya Internal Convention in Bali (1973), Hildred Geertz dalam, tulisannya An Anthropology of Religion and Magic (1975), dan James Boon dalam bukunya, The Anthropological Romance of Bali (1977), seperti dikutip Bartolomew, memperkuat pandangan akulturasi budaya Bali dan Lombok dalam merari’. Solichin Salam menegaskan bahwa praktik kawin lari di Lombok merupakan pengaruh dari tradisi kasta dalam budaya Hindu Bali. Berdasarkan kedua argumen tentang sejarah kawin lari (merari’) di atas, tampak bahwa paham akulturasi merari’ memiliki tingkat akurasi lebih valid.
Dalam konteks ini penulis lebih condong kepada pendapat kedua, yakni merari’ ini dilatarbelakangi oleh pengaruh adat hindu-Bali. Sebagai bagian dari rekayasa sosial budaya hindu-Bali terhadap suku Sasak, dalam suku Sasak dikenal adanya strata sosial yang disebut triwangsa. Strata sosial ini sudah jelas sama dengan pola hindu-Bali.
Tradisi merari’ ini merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat Lombok tidak bisa lepas dari dikotomi kebudayaan nusantara. Ada dua aliran utama yang mempengaruhi kebudayaan nusantara, yaitu tradisi kebudayaan Jawa yang dipengaruhl oleh filsafat Hindu-Budha dan tradisi kebudayaan Islam. Kedua aliran kebudayaan itu Nampak jelas pada kebudayaan orang Lombok. Golongan pertama, di pusat-pusat kota Mataram dan Cakranegara, terdapat masyarakat orang Bali, penganut ajaran Hindu-Bali sebagai sinkretis Hindu-Budha. Golongan kedua, sebagian besar dari penduduk Lombok, beragama Islam dan peri-kehidupan serta tatanan sosial budayanya dipengaruhi oleh agama tersebut. Mereka sebagian besar adalah orang Sasak.
Merari’ sebagai sebuah tradisi yang biasa berlaku pada suku Sasak di Lombok ini memiliki logika tersendiri yang unik. Bagi masyarkat Sasak, merari’ berarti mempertahankan harga diri dan menggambarkan sikap kejantanan seorang pria Sasak, karena ia berhasil mengambil [melarikan] seorang gadis pujaan hatinya. Sementara pada isi lain, bagi orang tua gadis yang dilarikan juga cenderung enggan, kalau tidak dikatakan gengsi, untuk memberikan anaknya begitu saja jika diminta secara biasa [konvensional], karena mereka beranggapan bahwa anak gadisnya adalah sesuatu yang berharga, jika diminta secara biasa, maka dianggap seperti meminta barang yang tidak berharga. Ada ungkapan yang biasa diucapkan dalam bahasa Sasak: Ara’m ngendeng anak manok baen [seperti meminta anak ayam saja].  Jadi dalam konteks ini, merari’ dipahami sebagai sebuah cara untuk melakukan prosesi pernikahan, di samping cara untuk keluar dari konflik.

Prinsip Dasar Tradisi Merari’
Bedasarkan penelitian M. Nur Yasin setidaknya ada empat prinsip dasar yang terkandung dalam praktik kawin lari (merari) di pulau Lombok. Pertama, prestise keluarga perempuan. Kawin lari (merari’) dipahami dan diyakini sebagai bentuk kehormatan atas harkat dan martabat keluarga perempuan. Atas dasar keyakinan ini, seorang gadis yang dilarikan sama sekali tidak dianggap sebagai sebuah wanprestasi (pelanggaran sepihak) oleh keluarga lelaki atas keluarga perempuan, tetapi justru dianggap sebagai prestasi keluarga perempuan. Seorang gadis yang dilarikan merasa dianggap memiliki keistimewaan tertentu, sehingga menarik hati lelaki. Ada anggapan yang mengakar kuat dalam struktur memori dan mental masyarakat tertentu di Lombok bahwa dengan dilarikan berarti anak gadisnya memiliki nilai tawar ekonomis yang tinggi. Konsekuensinya, keluarga perempuan merasa terhina. jika perkawinan gadisnya tidak dengan kawin lari (merari’).
Kedua, superioritas, lelaki, inferioritas perempuan. Satu hal yang tak bisa dihindarkan dari sebuah kawin lari (merari’) adalah seseorang lelaki tampak sangat kuat, menguasai, dan mampu menjinakkan kondisi sosial psikologis calon istri.Terlepas apakah dilakukan atas dasar suka sama suka dan telah direncanakan sebelumnya maupun belum direncana-kan sebelumnya, kawin lari (merari’) tetap memberikan legitimasi yang kuat atas superioritas lelaki. Pada sisi lain menggambarkan sikap inferioritas, yakni ketidakberdayaan kaum perempuan atas segala tindakan yang dialaminya. Kesemarakan kawin lari (merari’) memperoleh kontribusi yang besar dari sikap sikap yang muncul dari kaum perempuan berupa rasa pasrah atau,bahkan menikmati suasana inferioritas tersebut.
Ketiga, egalitarianisme.Terjadinya kawin lari (merari’) menimbulkan rasa kebersamaan (egalitarian) di kalangan seluruh keluarga perempuan. Tidak hanya bapak, ibu, kakak, dan adik sang gadis, tetapi paman, bibi, dan seluruh sanak saudara dan handai taulan ikut terdorong sentimen keluarganya untuk ikut menuntaskan keberlanjutan kawin lari (merari’). Kebersamaan melibatkan komunitas besar masyarakat di lingkungan setempat. Proses penuntasan kawin lari (merari’) tidak selalu berakhir dengan dilakukannya pernikahan, melainkan adakalanya berakhir dengan tidak terjadi pernikahan, karena tidak ada kesepakatan antara pihak keluarga calon suami dengan keluarga calon istri. Berbagai ritual, seperti mesejah, mbaitwah, sorongserah, dan sebagainya merupakan bukti konkrit kuatnya kebersamaan di antara keluarga dan komponen masyarakat.
Keempat, komersial. Terjadinya kawin lari hampir selalu berlanjut ke proses tawar menawar pisuke. Proses nego berkaitan dengan besaran pisuke yang biasanya dilakukan dalam acara mbait wall sangat kenta! dengan nuansa bisnis. Apapun alasannya, pertimbangan-pertimbangan dari aspek ekonomi yang paling kuat dan dominan sepanjang acara mbait wali. Ada indikasi kuatbahwa seorang wah merasa telah membesarkan anakgadisnya sejak kecil hingga dewasa. Untuk semua usaha tersebut telah menghabiskan dana yang tidak sedikit. Sebagai akibatnya muncul sikap dari orang tua yang ingin agar biaya membesarkan anak gadisnya tersebut memperoleh ganti dari calon menantunya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan tingkat sosial anak dan orang tua semakin tinggi pula nilai tawar sang gadis. Sebaliknya, semakin rendah tingkat sosial dan tingkat pendidikan anak serta orang tua semakin rendah pula nilai ekonomis yang ditawarkan.
Komersialisasi kawin lari tampak kuat dan tertuntut untuk selalu dilaksanakan apabila suami istri yang menikah sama sama berasal dari suku Sasak. Jika salah satu di antara calon suami istri berasal dari luar suku Sasak, ada kecenderungan bahwa tuntutan dilaksanakannya komersialisasi agak melemah. Hal ini terjadi karena ternyata ada dialog peradaban, adat, dan budaya antara nilai nilai yang dipegangi masyarakat Sasak dengan nilai nilai yang dipegangi oleh masyarakat luar Sasak. Kontak dialogis budaya dan peradaban yang kemudian menghasilkan kompromi tersebut sama sekali tidak menggambarkan inferioritas budaya Sasak, tetapi justru sebaliknya, budaya dan peradaban Sasak memiliki kesiapan untuk berdampingan dengan budaya dan peradaban luar Sasak. Sikap ini menunjukkan adanya keterbukaan masyarakat Sasak bahwa mulai kebaikan dan kebenaran dari manapun asal dan datangnya bisa dipahami dan bahkan diimplementasikan oleh masyarakat Sasak.
Sisi Positif Tradisi Merari’
Sikap “heroik” (kepahlawanan) merupakan salah satu alasan mengapa tradisi melarikan (melaian) dipertahankan dalam perkawinan dengan kekuatan adat di Lombok. Sikap demikian menurut masyarakat Lombok merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan apabila berkeinginan untuk membina rumah tangga dengan calon mempelai perempuan yang sudah diidam-idamkan. Dari sisi spirit “heroisme” tersebut sesungguhnya memiliki relevansi yang sangat erat dengan ajaran Islam. Islam senantiasa mengajarkan agar dua pihak yang ingin menikah hendaklah didasari oleh perasaan yang kuat untuk saling memiliki. Hanya saja perasaan tersebut tidak harus ditunjukkan dengan cara melarikan gadis sebagai calon isteri. Bandingkan dengan beberapa ayat atau hadis yang berkaitan dengan anjuran menikah.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa: “Manistatha’a min kum al-ba’at fa al-yatazawwaj” (Barang siapa yang telah mampu untuk menunai-kan nafkah kepada calon isterinya, maka hendaklah menikah). Mampu di sini diartikan mampu lahir maupun bathin, maka hendaklah mengajak calon isterinya menikah dengan cara yang diajarkan oleh Islam, yakni calon mempelai perempuan). Dalam Qs. al-Nisa (4): 4 disebutkan bahwa: ”Berikanlah  maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” Ayat ini dapat pula dianggap sebagai tanda kesiapan seorang calon suami untuk menikahi seorang perempuan. Sekali lagi kesiapan atau keberanian untuk menikah daiam Islam harus dilakukan dengan sikap yang mencerminkan kesiapan mental maupun material, bukan sikap berani melarikan anak perempuan orang lain hanya karena merasa mampu melarikan perempuan tanpa sepengetahuan keluarganya.
Tradisi adat Sasak Lombok ini sebenarnya sudah banyak yang paralel dengan ajaran Islam, seperti soal pisuke dan nyongkolan.  Pisuke sesuai dengan namanya tidak boleh ada unsur pemaksaan, tetapi harus ada kerelaan keluarga kedua belah pihak. Demikian juga.acara nyongkolan merupakan sarana pengumuman dan silaturrahmi sebagaimana yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw. Hanya saja dalam kasus tertentu terjadi penyelewenagn oleh oknum  pada  acara nyongkolan yang  menyebabkan terjadinya perkelaian, mabuk-mabukan dengan minuman keras dan meninggalkan sholat, maka perilaku inilah yang perlu dihindari dalam praktek nyongkolan. Singkatnya, orang Sasak lah yang banyak melanggar aturan/adat Sasak itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari substansi buku yang ditulis oleh Gde Suparman.
Saat ini ada beberapa parktek adat yang telah mengalami metamorfosa dan perubahan paradigma di masyarakat Sasak tentang perspektif merari’ ini setelah mendalami ajaran agama Islam dan fenomena perkawinan adat lain di Indonesia seperti yang terjadi di Jawa dan Pulau Sumbawa. Perubahan ini memang tidak bisa secara sekaligus, tetapi secara bertahap, dan dimulai oleh warga Sasak yang berpendidikan dan memiliki pengalaman di daerah lain.
Sisi Negatif Tradisi Merari’
Dalam banyak aspek (ranah) kehidupan.ternyata perempuan Sasak masih sangat marginal (inferior), sementara kaum laki-lakinya sangat superior. Marginalisasi perempuan dan superioritas laki-laki memang merupakan persoalan lama dan termasuk bagian dari peninggalan sejarah masa lalu. Sejak lahir perempuan Sasak mulai disubordinatkan sebagai orang yang disiapkan menjadi isteri calon suaminya kelak dengan anggapan “ja’ne lalo/ja’ne tebait si’ semamenne” (suatu saat akan meninggalkan orang tua diambil dan dimiliki suaminya). Sementara, kelahiran seorang anak laki-laki pertama biasanya lebih disukai dan dikenal dengan istilah “anak prangge” (anak pewaris tahta orang tuanya).
Begitu juga tradisi perkawinan Sasak, seakan-akan memposisikan perempuan sebagai barang dagangan. Hal ini terlihat dari awal proses perkawinan, yaitu dengan dilarikannya seorang perempuan yang dilanjutkan dengan adanya tawar menawar uang pisuke (jaminan).
Menurut penuturan Muslihun Muslim, dosen IAIN Mataram, terdapat 9 bentuk superioritas suami sebagai dampak dari tradisi perkawinan adat Sasak (merari’) sebagai berikut: (1) terjadinya perilaku atau sikap yang otoriter oleh suami dalam menentukan keputusan keluarga; (2) terbaginya pekerjaan domestik hanya bagi isteri dan dianggap tabu jika lelaki (suami) Sasak mengerjakan tugas-tugas domestik; (3) perempuan karier juga tetap diharuskan dapat mengerjakan tugas domestik di samping tugas atau pekerjaannya di luar rumah dalam memenuhi ekonomi keluarga (double faurden/peran ganda); (4) terjadinya praktek kawin-cerai yang sangat akut dan dalam kuantitas yang cukup besar di Lombok; (5) terjadinya peluang berpoligami yang lebih besar bagi laki-laki (suami) Sasak dibandingkan lelaki (suami) dari etnis lain; (6) kalau terjadi perkawinan lelaki jajar karang dengan perempuan bangsawan, anaknya tidak boleh menggunakan gelar kebangsawanan (mengikuti garis ayah), tetapi jika terjadi sebaliknya, anak berhak menyandang gelar kebangsawanan ayahnya; (7) nilai perkawinan menjadi ternodai jika dikaitkan dengan pelunasan uang pisuke; (8) kalau terjadi perceraian, maka isterilah yang biasanya menyingkir dari rumah tanpa menikmati nafkah selama ‘iddah, kecuali dalam perkawinan nyerah hukum atau nyerah mayung sebungkul; (9) jarang dikenal ada pembagian harta bersama, harta biasanya diidentikkan sebagai harta ayah (suami) jika ada harta warisan, sehingga betapa banyak perempuan (mantan isteri) di Sasak yang hidup dari belaian nafkah anaknya karena dianggap sudah tidak memiliki kekayaan lagi.
Oleh: Muhammad Harfin Zuhdi, MA


http://lombokbaratkab.go.id/tradisi-merari%E2%80%99-akulturasi-islam-dan-budaya-lokal.html/

Tuesday, June 12, 2012

Kelahiran Manusia Di Bumi

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :

Kelahiran Manusia Di BumiTerdapat banyak pokok persoalan yang disebutkan dalam Al-Qur'an yang mengundang manusia untuk beriman. Kadang-kadang langit, kadang-kadang hewan, dan kadang-kadang tanaman ditunjukkan sebagai bukti bagi manusia oleh Allah. Dalam banyak ayat, orang-orang diseru untuk mengalihkan perhatian mereka ke arah proses terciptanya mereka sendiri. Mereka sering diingatkan bagaimana manusia sampai ke bumi, tahap-tahap mana yang telah kita lalui, dan apa bahan dasarnya :

نَحْنُ خَلَقْنَاكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُونَ # أَفَرَأَيْتُمْ مَا تُمْنُونَ # أَأَنْتُمْ تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ

Artinya : "Kami telah menciptakan kamu; maka mengapa kamu tidak membenarkan? Adakah kamu perhatikan (benih manusia) yang kamu pancarkan? Kamukah yang menciptakannya? Ataukah Kami yang menciptakannya?" (QS Al Waqi'ah : 57-59)

Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya yang luar biasa itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa informasi di dalam ayat-ayat ini sedemikian rinci sehingga mustahil bagi orang yang hidup di abad ke-7 untuk mengetahuinya. Beberapa di antaranya sebagai berikut :

1. Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya (spermazoa).

2. Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.

3. Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.

4. Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.

Orang-orang yang hidup pada zaman kala Al Qur'an diturunkan, pasti mengetahui bahwa bahan dasar kelahiran berhubungan dengan mani laki-laki yang terpancar selama persetubuhan seksual. Fakta bahwa bayi lahir sesudah jangka waktu sembilan bulan tentu saja merupakan peristiwa yang gamblang dan tidak memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Akan tetapi, sedikit informasi yang dikutip di atas itu berada jauh di luar pengertian orang-orang yang hidup pada masa itu. Ini baru disahihkan oleh ilmu pengetahuan abad ke-20.

Kesempurnaan Dan Detail Menakjubkan Di Dalam Mata Manusia

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Kesempurnaan dan Detail Menakjubkan Di Dalam Mata ManusiaBahkan ketika kamu melihat pulpen di tanganmu hanya untuk beberapa detik, ratusan milyar proses terjadi pada matamu. Cahaya yang melewati korneanya dan pupil lalu kemudian lensa, dimana sel cahaya yang sensitif memindahkannya menjadi sinyal elektrik untuk ditransmisikan ke syaraf dan berakhir sebagai dorongan. Gambar mencapai retina dengan terbalik antara atas dan bawah, dan lagi otak bisa menafsirkannya dan menyediakan sebuah gambar yang normal dengan mengumpulkan gambar-gambar yang terpisah dari kedua mata, mengidentifikasi semua bentuk-bentuk objek dan mengkombinasikan gambar tersebut dari kedua mata menjadi sebuah gambar. Ini juga menunjukkan kealamiahan objek, warna dan jarak. mata melakukan semua hanya dalam hitungan waktu sekitar sepuluh detik saja.

Kesempurnaan dan Detail Menakjubkan Di Dalam Mata Manusia
Proses yang sama terjadi di dalam otak apakah kamu melihat sebuah titik kecil atau kapal yang besar dan hasil pembentukan gambar dalam 1 mm (0.0393). Kamu tidak bisa memastikan bahwa pulpen yang ada di tanganmu itu dekat denganmu atau sebuah kapal laut adalah lebih besar daripada sebuah pulpen, untuk ukuran dari suatu tempat dimana gambar-gambar ini terbentuk adalah sama. Ada juga perasaan mengenai jarak di setiap hal yang kamu lihat, bagaimana untuk mengambil secara mudah sebuah gelas dengan tangan? ALLAH, yang menciptakan organ yang begitu sempurna ini, telah melengkapi mereka dengan detil-detil yang baik dan memungkinkan otak untuk melihat sebuah objek sebagaimana adanya dalam detil yang penuh. Mata manusia yang sangat luar biasa rumit hanyalah satu dari kerja-Nya yang Maha Mulia.

Tidak ada teknologi manusia yang mampu meniru pekerjaan-Nya. Penelitian yang terus menerus telah dilakukan untuk mengurai kekusutan ini, bagaimana mata mampu melakukan hal yang luar biasa ini, dan para ilmuwan tergoda untuk mengerti hanya dari bagaimana ia menunjukkan warna-warna yang cerah di dunia ini. Tentu tidak juga mata, yaitu hanya beberapa sentimeter dalam ukurannya, tidak juga wilayah ukuran milimeter, dimana gambar tersebut terbentuk memiliki kekuatan untuk membentuk warna dunia. Adalah jiwa yang melihat semua hal yang ada disekitar dan untuk ditafsir ulang di dalam otak. ALLAH yang Maha kuasa, membuat manusia mampu untuk melihat, menangkap, dan merasakan dengan meniupkan jiwa-Nya kepada mereka saat kelahiran dan membuat ini semua bergantung pada kondisi yang luar biasa. Gambar yang telah dibuat, mata yang menakjubkan yang menangkapnya, dan sistem tak terhitung yang terlibat di semua hal yang ada hanyalah karena ALLAH yang mengizinkan.

http://sains.artikelislami.com/2011/04/kesempurnaan-detail-menakjubkan-di.html

Jaringan Informasi Lumba-Lumba vs. Internet

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Jaringan Informasi Lumba-Lumba vs. InternetTemuan-temuan seorang ahli zologi telah memandu para insinyur yang membangun jaringan-jaringan rumit seperti World Wide Web dan jejaring kisi-kisi listrik ke arah baru: lumba-lumba.

David Lusseau dari Universitas Otago memelajari suatu kelompok yang terdiri atas 64 lumba-lumba hidung botol selama rentang masa tujuh tahun (David Lusseau, "The Emergent Properties of a Dolphin Social Network"). Ia menemukan di antara mereka adanya suatu tatanan sosial yang mirip dengan yang ada pada manusia dan jaringan buatan manusia. Telaah matematis Lusseau diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society(Lusseau, 2003 The emergent properties of a dolphin social network. Proceedings of the Royal Society of London-
Series B (Supplement): DOI 10.1098/rsbl.2003.0057)
.

Banyak jaringan rumit, termasuk masyarakat manusia, memiliki ciri-ciri yang memungkinkan pertukaran cepat informasi di kalangan anggotanya.

Kajian oleh peneliti Selandia Baru ini menunjukkan bahwa masyarakat binatang juga tersusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan penerusan informasi secara cepat dan efisien. Makhluk-makhluk berumur panjang seperti gorila, kijang, gajah, dan lumba-lumba hidung botol bergantung pada lingkungan mereka dalam penyampaian informasi.

Dalam pengamatan-pengamatannya, Lusseau memusatkan diri pada anggota-anggota kawanan yang lebih sering tampak bersama. Ia menyadari bahwa kelompok ini terdiri sebagian besar atas betina-betina dewasa, dan mereka berfungsi sebagai pusat-pusat penyampaian informasi bagi masyarakatnya.

Untuk mengukur aliran informasi dalam sebuah sistem, cukuplah dengan melihat pada titik-titik pusat yang dilalui aliran informasi itu dan menghitung jumlah unsur yang diperlukan dalam perjalanan itu dari titik pangkal hingga titik ujung. Lusseau menggunakan teknik pengukuran ini, yang disebut dengan “diameter”. Ketika hasil-hasil yang diperolehnya menggunakan cara ini dibandingkan dengan data yang diungkapkan oleh Internet, ia mendapati dirinya berhadapan dengan kenyataan yang menakjubkan.

Lamanya penyampaian informasi bertambah ketika sejumlah besar titik yang membentuk hubungan-hubungan pada Internet dibuang. Ketika hanya 2% simpul dengan kaitan terbanyak pada Internet dikeluarkan dari sistem, diperlukan dua kali jauhnya untuk berjalan dari satu unsur ke unsur lainnya. Akan tetapi, di kalangan lumba-lumba, keadaannya berbeda.

Lusseau memantau lumba-lumba menggunakan tanda-tanda pada sirip-sirip punggung dan mengamati bahwa ketika anggota-anggota yang bertindak sebagai pusat komunikasi meninggalkan kelompoknya, masyarakat lumba-lumba menunjukkan daya tahan yang besar. Kepaduan masyarakat lumba-lumba tidak terpengaruh oleh ketiadaan anggota-anggota kunci. Daya tahan ini memungkinkan masyarakat lumba-lumba tetap terus berada dalam keadaan sehat bahkan jika sepertiga anggotanya hilang.

Sang peneliti menyatakan bahwa berkat sistem ini, jaringan dapat tetap bertahan bahkan di hadapan bencana kematian. Lebih lagi, ia berpendapat bahwa sifat-sifat ini dapat diterapkan pada jaringan buatan manusia seperti World Wide Web.

Sebagaimana kita lihat, ada penataan pada lumba-lumba yang terlindung lebih baik daripada jaringan komunikasi yang membangun Internet dan berfungsi lebih ampuh pada saat simpul-simpul utama tercerabut. Adanya ciri seperti itu pada lumba-lumba berarti bahwa aneka syarat mesti diperhitungkan. Misalnya, beberapa tahap, seperti menghitung beban yang akan ditimpakan pada titik-titik hubungan dalam rangka menata Internet dan menaksir di awal bagaimana keseluruhan jaringan akan terpengaruh jika titik-titik itu tercerabut dari sistem, dilakukan oleh para insinyur jaringan dan ini membuat informasi berjalan dalam sistem seefisien mungkin. Keberadaan para insinyur yang menghitung dan menata aliran informasi pada Internet menunjukkan adanya kecerdasan unggul yang mengatur jaringan informasi pada lumba-lumba dan banyak mahluk hidup lain sejenisnya di alam. Tidak dapat diragukan bahwa kecerdasan unggul ini adalah Allah yang Mahatahu, Mahakuasa.

Penciptaan jaringan informasi pada lumba-lumba ini adalah perwujudan dari namaNya yang Maha Pengasih. Kasih Allah diwujudkan dalam jaringan informasi ini sebagaimana berikut:

Cara makhluk-makhluk hidup seperti lumba-lumba, yang tinggal dalam perairan terbuka dan dekat dengan permukaan, berperilaku sebagai satu kelompok amatlah penting. Gaya hidup ini memberikan keuntungan dalam hal bersiaga terhadap pemangsa, maupun ketika berburu.

Berkat arus informasi yang sinambung di kalangan betina-betina dewasa di dalam kelompok, anggota-anggota lain dipasok dengan informasi tentang kedudukan mangsa dan pemangsa, yang akibatnya kelompok ini dibantu dalam berperilaku secara padu. Jika aliran informasi pada lumba-lumba ini menjadi timpang karena kehilangan satu lumba-lumba yang diakibatkan oleh pemangsa, maka larinya lumba-lumba lain akan tidak berarti, dan anggota-anggota yang tak berpeluang berkomunikasi akan terpaksa menyebar dan akhirnya menjadi santapan pemangsa-pemangsa lainnya. Akan tetapi, jaringan informasi yang diciptakan pada lumba-lumba oleh Allah tidak terputus pada saat-saat seperti itu, dan membuat para anggota kawanan bertahan hidup dengan menjaga kepaduan kelompok.

Allah mewahyukan hal berikut ini dalam salah satu ayat Al Qur'an:

وَإِنَّ رَبَّكَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

"Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang." (QS Asy Syu'araa 26:9)                         http://sains.artikelislami.com/2011/06/jaringan-informasi-lumba-lumba-vs.html